“Kita sudah sama-sama tahu permainan masing-masing. Saya pribadi merasa tadi fighting spiritnya, semangatnya, tidak mau kalah. Kedua, fokusnya, bagaimana diterapkan ke permainan. Di game kedua, saya sempat leading tapi Anthony lebih berani membalikan keadaan, bisa naikin mood-nya, dan tetap semangat. Saya di game kedua sudah leading tapi kendor, makanya nggak mau kejadian lagi di game ketiga, jadi dari semangatnya dulu ditingkatkan lagi di awal game ketiga,” jelas Jonatan Christie.
Perang saudara ini berlangsung cukup panjang dan begitu ketat. Baik Jonatan maupun Anthony sama-sama memberikan permainan terbaiknya. Apalagi, kedua pebulutangkis tunggal putra terbaik Indonesia ini sama-sama mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing karena sering berlatih bersama di Pelatnas Cipayung.
“Mungkin kali ini rezeki saya, yang berlalu biar berlalu, sekarang saya fokus ke depannya. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apalagi di depan ada Indonesia Open sebulan lagi,” kata peraih medali emas Asian Games 2018 ini.
Jonatan memang tengah memperlihatkan grafik meningkat belakangan ini. Bahkan, pebulutangkis tunggal putra peringkat delapan dunia ini juga beberapa kali menumbangkan pemain-pemain yang memiliki peringkat lebih tinggi seperti Kento Momota (Jepang), Viktor Axelsen (Denmark), Shi Yuqi (Tiongkok) dan sebagainya.
“Saya berharap bisa lebih enjoy lagi mainnya, bisa menikmati setiap pertandingan saya. Kuncinya adalah percaya, just believe. Percaya dengan apapun yang sudah kita lakukan, percaya dengan apa yang akan kita lakukan dan percaya dengan yang sedang kita lakukan saat ini. Ini maknanya besar sekali untuk saya,” tandasnya.
Ini menjadi gelar juara kedua bagi Jonatan sepanjang 2019, setelah sebelumnya menjadi kampiun di New Zealand Open 2019 BWF World Tour Super 300.
Sementara itu, pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti belum berhasil membawa pulang gelar juara setelah dipaksa menyerah 15-21 dan 8-21 atas wakil Tiongkok, Wang Yilyu/Huang Dongping.