“Pada saat leading kita ada sedikit nafsu ingin cepat-cepat menyelesaikan pertandingan. Ketika unggul kita malah mengubah pola. Padahal kalau disabar-sabarin saja mereka juga mati sendiri. Tapi akhirnya malah kita yang banyak melakukan kesalahan. Nggak diapa-apain terus mati. Pemikiran kita ini mungkin yang harus dikontrol, di game ketiga sudah game point 20 duluan, itu belum tentu menang,” ungkap Pitha Haningtyas Mentari.
Sementara itu, Fitriani hampir saja memenangi duel kontra tunggal putri Tiongkok, He Bing Jiao. Pebulutangkis asuhan PB Exist Jakata ini sudah membuka peluang saat berhasil mengamankan kemenangan di game pertama dengan skor 21-18. Sayangnya, Fitriani belum berhasil menjaga tren positif itu dengan kekalahan telak 10-21 di game kedua.
“Di game pertama saya coba main sabar saja, karena saya nggak bisa matiin dia. Saya terus mencoba masuk ke pola main saya sendiri. Saya terus ketinggalan, tapi di akhir-akhir lawan banyak melakukan kesalahan sendiri. Dan mungkin gerakannya nggak bisa luwes karena dia kan lagi sakit pinggang. Tapi di game kedua saya sedikit menang angin dan kurang bisa mengontrolnya,” kata Fitriani.
Memasuki game ketiga, Fitriani kembali membuka harapan saat unggul match poin 20-16. Namun Fitriani belum berhasil memastikan kemenangannya setelah He mampu mendulang enam poin beruntun. Alhasil Fitriani pun harus menunda harapannya untuk bisa lolos ke perempat final setelah tumbang 20-22 di game penentu.
“Di game ketiga sudah unggul 20-16, saya buru-buru menyerang, tapi dia sudah siap terus. Ujung-ujungnya Fitri yang mati. Terus setelah itu dia banyak spekulasi, sementara saya dari awal defendnya lagi kurang rapat. Tadi feelingnya juga kurang dapet. Padahal dia lagi sakit pinggang, tapi saya nggak bisa memanfaatkannya. Tapi tadi kerasa banget juga kalau dia ya nggak mau menyerah gitu aja,” beber Fitriani.