Pada rapat tersebut, akhirnya diputuskan bahwa proposal sistem poin pertandingan 5x11 yang diajukan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan Asosiasi Bulutangkis Maladewa itu tidak disetujui beberapa anggota BWF. Tentunya setelah melalui proses pemungutan suara dari seluruh anggota federasi.
Keputusan penolaksan tersebut diambil berdasarkan hasil voting yang tidak mencapai 2/3 suara mayoritas. Tercatat, proposal yang diajukan PBSI dan Asosiasi Bulutangkis Maladewa lalu didukung Badminton Asia, Asosiasi Bulutangkis Korea dan Asosiasi Bulutangkis Chinese Taipei itu hanya mendapat 66,31% suara atau kurang 0,08% untuk mencapai ambang minimal. Total suara keseluruhan dalam voting adalah 232 suara.
Meski tidak disetujui atau ditolak, PBSI tak lantas berkecil hari dan sangat menghormati keputusan tersebut. “Kami menghormati keputusan yang telah diambil dari Rapat Umum Tahunan BWF. Kami percaya semua ini demi kemajuan dan peningkatan kualitas olahraga tepok bulu,” kata Kepala Bidang Humas dan Media PP PBSI, Broto Happy dalam siaran pers PP PBSI yang diterima Djarumbadminton.com.
“Kami akan terus bekerja dan berpikir untuk menciptakan ide-ide baru untuk diajukan ke BWF. Ini kami lakukan demi terus mempopulerkan bulutangkis sebagai olahraga global. Apalagi kami sekarang sudah kembali punya wakil di BWF, Pak Bambang Roedyanto,” lanjut dia menambahkan.
Selain membahas usulan perubahan sistem poin pertandingan dari 3x21 menjadi 5x11, dalam AGM BWF ke-82 itu juga turut mengesahkan Poul-Erik Høyer (Denmark) sebagai Presiden BWF. Poul-Erik terpilih secara aklamasi. Lalu, Khun Ying Patama Leeswadtrakul (Thailand) juga kembali ditetapkan sebagai Wakil Presiden BWF dan Paul Kurzo (Swiss) sebagai Wakil Presiden Para Badminton.