Misalnya Shesar Hiren Rhustavito. Meski secara usia paling senior di tunggal putra, tapi siapa yang mengira dia pernah menjadi korban kejahilan rekan-rekannya di Pelatnas.
“Saya pernah jadi korban iseng. Itu junior-junior pada iseng semua. Yang paling iseng itu Ginting (Anthony Sinisuka). Ginting paling kacau. Dia nggak anggap saya senior soalnya, mungkin karena mukanya (saya) masih muda kali ya, ha ha ha,” beber Shesar Hiren Rhustavito kemudian tertawa saat bincang-bincang virtual bersama PP PBSI.
Terlepas dari kejahilan itu, sektor tunggal putra dianggap Shesar sangat kompak di luar lapangan. Apalagi selama ‘terkurung’ di Pelatnas PBSI akibat pandemi sejak Maret lalu, keakraban mereka bahkan semakin terasa intens hingga ke seluruh penjuru asrama putra Pelatnas.
“Di sini tuh level kebosanan sudah mendarah daging, he he he. Biar nggak bosen, biasanya saya main game atau main sama anak-anak (teman-teman). Pokoknya cari permainan yang nggak pernah kita mainkan selama ini. Contohnya main bola. Tahun lalu nggak pernah main bola sekalipun. Mungkin saking sibuknya (turnamen),” ungkapnya.
Lebih lanjut Shesar menceritakan bila dirinya nyaris ingin menjadi pesepakbola sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi pebulutangkis. Alasannya sederhana, dia tak punya idola di sepak bola.
“Dulu sempat hampir jadi pemain bola. Waktu kecil saya suka main bulutangkis dan bola. Dua-duanya ditawarin orang tua, saya disuruh pilih mau fokus ke mana. Berhubung waktu kecil senang liat mas Sigit (Budiarto) dan Taufik (Hidayat), dari situ saya berpikir pengen kayak mereka. Kalau di bola saya nggak ada idola. Makanya saya jadi milih bulutangkis,” beber pebulutangkis 26 tahun itu.