"Menurut saya pressure sekarang jauh lebih berat dibanding zaman saya. Utamanya setelah diberlakukan reli poin. Dari sisi mental dan non-teknis, apalagi poin-poin kritis 15 ke atas itu sangat menentukan," ungkap legenda bulu tangkis Indonesia Christian Hadinata, belum lama ini di Jakarta.
Lebih lanjut pria yang pernah "mengawinkan" gelar juara dunia 1980 dari nomor ganda putra dan ganda campuran itu memaparkan, pada zamannya, pertandingan bulu tangkis berjalan lebih santai sehingga tidak ada tekanan mental yang berarti. Bahkan, ia kerap mendapat keuntungan dari pranata lama yang memberlakukan pindah bola. "Apalagi main double (ganda), ya empat kali pindah bolanya. Saya servis, ganti partner saya. Kalau mati pindah bola, servis kedua, pindah bola lagi. Jadi tekanannya memang beda," tutur pria berumur 73 tahun itu kepada Antara.
Hal berbeda terjadi dengan penerapan reli poin, lanjutnya, terutama saat sudah match point karena pemain akan merasakan beban mental yang sangat berat. "Bayangkan saja skor 20-19, servisnya salah, ya sudah gim poin. Kalau dibanding dulu tidak terlalu berat buat kami. Sekarang kalau bola tersangkut atau mati ya (perhitungan) poinnya berjalan terus," paparnya.
Belakangan, Christian terpanggil untuk kembali PP PBSI. Ia ditugasi induk organisasi olahraga pukul bulu itu untuk menjadi pendamping bagi para atlet, dalam memberikan motivasi tambahan sejak Agustus 2023. "Ya mirip seperti konsultan. Mendampingi hampir semua (sektor), dan mulai aktif bulan lalu," kata peraih lima medali emas Asian Games itu.