"Saya jadi teringat jaman dulu, waktu baru mulai ikut-ikut pertandingan. Meski beda polanya, tapi sama saja. Sama dalam arti nggak gampang ya, karena persaingannya sangat ketat. Dan sekarang pun, ada yang jauh-jauh datang dari luar kota ke sini. Pasti mereka pun nggak mau kalah," jelas peraih titel kampiun All England bersama Tontowi Ahmad pada 2012, 2013, dan 2014, kepada Djarum Badminton.
Butet bersama sejumlah legenda bulu tangkis Indonesia serta para pelatih PB Djarum duduk di belakang lapangan. Tugas Butet, yang masuk dalam anggota Tim Pencari Bakat, memantau dan memilih calon-calon atlet PB Djarum yang kemudian diasah di klub yang berpusat di Kudus tersebut. Tampak, mantan atlet ganda kelahiran 9 September 1985 ini bersama Yuni Kartika, Maria Kristin, serta pelatih PB Djarum Nimas Rani, berdiskusi sengit untuk memperjuangkan satu nama atlet belia yang tengah mengikuti skrining.
"Kita perlu bibit-bibit unggul. Bibit-bibit yang super, supaya ke depannya mereka bisa masuk PB Djarum dan bisa mewakili Indonesia di pertandingan-pertandingan internasional," peraih keping emas Olimpiade Rio 2016 ini, menjelaskan dalihnya dalam pencarian setiap calon atlet PB Djarum ini.
Butet paham betul, semua peserta Audisi Umum menaruh harapan besar agar dapat dilatih dan kelak menjadi pebulu tangkis kepercayaan Indonesia di gelanggang internasional. "Saya lihat langsung di mata mereka. Mereka sangat antusias, mereka sangat bersemangat. Saya yakin, harapan mereka bisa lolos audisi, jadi atlet PB Djarum, dan bisa masuk pelatnas," kata peraih gelar juara Kejuaraan Dunia pada 2005, 2007, 2013, dan 2017 tersebut.
Akan tetapi, menurutnya, status sebagai atlet PB Djarum baru awal langkah dari perjalanan panjang yang meski ditempuh. Lagi-lagi Butet teringat masa lalunya kala merantau ke Jakarta dari Manado. Meski punya tekad bulat, ingin berprestasi di arena bulu tangkis, Butet tak luput dari rasa rindu orangtua, teman-teman sepantaran, serta kampung halamannya di kota tinutuan. Ketika sudah terpilih lalu masuk ke asrama klub yang jauh dari daerah asal si pemain, kata Butet, rasa kangen tersebut pasti mengemuka.
"Kayak saya dulu, pas masuk asrama kok merasa asing ya," kenangnya, seraya terkekeh. "Ini kok, gimana ya? Teman-teman juga saya nggak ada yang kenal," Butet, menambahkan.
Namun, lambat laun, kegelisahan dapat terusir dengan sendirinya. Atlet-atlet sekamar maupun satu asrama adalah teman-teman baru yang memiliki andil dalam pembentukan karakter yang kuat bagi calon pahlawan bulu tangkis "Merah Putih". Butet pun memastikan, setiap atlet bulu tangkis berada di klub maupun pelatnas pusat, pernah melalui pengalaman tersebut. "Itu hanya awal. Nanti kalau sudah nyaman, malah jadi lupa pulang kampung," kata Butet, yang kemudian menambahkan, "tapi kalau sudah sukses, kan, bisa kumpul lagi dengan keluarga."
"Memang kembali ke atletnya karena cara berpikirnya harus diputar. Ketika sudah di asrama klub, ada teman-teman baru, adik-adik ini nanti harus punya tekad yang kuat, ada keinginan yang kuat untuk berhasil. Cara berpikirnya itu, saya jauh dari orangtua tapi saya juga ingin berhasil, ingin sukses. Makanya dulu, saya pergi dari Manado ke Jakarta karena ingin berhasil, ingin sukses," Butet, memaparkan.
Peraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 bersama Nova Widianto ini menyelipkan pesan kepada setiap atlet yang mengikuti Audisi Umum, agar asa untuk menjadi yang terbaik harus terus menyala terang-benderang. Meski masih di tahap permulaan, karakter seorang atlet bakal tampak jelas terlihat ketika mereka mengalami kekalahan atau kala merayakan kemenangan. "Dunia olahraga itu tidak luput dari menang dan kalah. Pasti, kalian akan mengalami kekalahan. Nah, pada saat kalah itu kalian harus cepat bangkit. Bila kalian menang, kalian nggak boleh langsung berpuas diri apalagi sombong," Butet, mewanti-wanti.
"Jangan cepat puas, harus terus berbenah diri, latihan yg rajin, dan jadi yang terbaik! Ingat, kalian di sini punya tujuan, punya keinginan, menjadi juara dunia, menjadi juara Olimpiade. Itu yang harus kalian pertahankan," demikian Butet berpesan.