Panggil Aku King

Liem Swie King (Djarum Badminton)
Liem Swie King (Djarum Badminton)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | Juara tiga kali All England ini punya tiga nama. Berdasarkan penuturannya, dalam akte kelahiran, ia terlahir 28 Februari 1956 dengan nama Ng Swie King, mengikuti nama belakang ayahnya. Tetapi sebenarnya, seperti diungkapkan legenda bulu tangkis Indonesia ini, namanya adalah Liem Swie King. "Aku pernah ke notaris, hanya untuk menjelaskan bahwa nama Ng Swie King yang sesuai tertera dalam akte kelahiran adalah Liem Swie King," tuturnya.

Tahun 1974, setelah ikut kewajiban naturalisasi kewarganegaraan, nama King diganti menjadi Guntur. Nama itu pemberian kakak perempuannya yang ketiga. Namun, setelah itu nama Guntur jarang dipakai. "Pengurus PBSI dan KONI tidak keberatan aku tetap menggunakan nama Liem Swie King. Mereka tidak mengharuskan aku menggunakan nama Guntur," King, menjelaskan.

King lahir dari pasangan Ng Thian Poo dan Oei See Moi. Keduanya datang dari Fujian, salah satu daerah pesisir di tenggara China. Lantaran kondisi ekonomi yang sulit di China, ayah King merantau ke Semarang, Jawa Tengah, hingga memutuskan menetap di Kudus.

"Mamaku datang belakangan, kemudian berkumpul bersama Papa di Kudus. Orangtuaku memiliki sembilan anak, semuanya lahir di Kudus. Tetapi, kakak sulungku sudah meninggal dunia, sehingga jumlah anggota keluargaku delapan orang," papar King melalui buku Panggil Aku King yang ditulis oleh Robert Adhi Ksp.

Sepeninggal si sulung Ming, King --anak ketujuh dari delapan bersaudara-- menjadi satu-satunya anak laki-laki di dalam keluarga perantau ini. King ingat betul, ayahnya gemar bermain bulu tangkis meski bukan pemain terkenal. Ng mendorong Ming untuk menjadi juara bulu tangkis. "Ming adalah juara bulu tangkis Jawa Tengah era Tan Joe Hok," ujar King dengan bangga.

King juga punya tiga kakak yang berkiprah di olahraga pukul bulu ini, Megah Inawati dan Megah Idawati, yang memperkuat tim putri Indonesia dalam Piala Uber 1964, serta Megah Laniawati, pemain tingkat Jawa Tengah.

Tahun 1964, kala menginjak usia delapan tahun, King sudah memegang raket papan kayu. Raket itu terbuat dari papan bekas dari peti alat-alat sepeda, yang digergaji dan dibentuk seperti raket sepanjang 60 cm. Setelah sekitar dua tahun memakai raket papan buatan sendiri, King kemudian mulai menggunakan raket dengan senar yang biasanya digunakan untuk memancing ikan. "Raket bermerek Supra buatan Klaten itu sangat pas di tanganku karena ukurannya memang ukuran anak-anak seusiaku," katanya.

Ruang kosong di toko sepeda Tek Hong milik orangtuanya menjadi arena pertama King berlatih bulu tangkis, baik dengan raket papan maupun raket "made in" Klaten tersebut. Bo Hin, adalah penjaga toko yang kerap menjadi lawan main King di kios di Jalan Sunan Kudus No. 27 itu.

Jelang usia 15 tahun, King pernah bertarung dalam kejuaraan bulu tangkis se-Kabupaten Kudus. Perjuangannya hingga partai puncak berujung pada kesedihan. Di final, King dikalahkan Kusmanto di final. "Aku menangis. Saat aku duduk di tangga, seorang lelaki dewasa menghampiri. 'Mengapa kamu menangis?'. 'Aku kalah," demikian cerita King dalam buku setebal 456 halaman tersebut.

"Maukah kamu dilatih oleh Djarum?" tanya lelaki yang belakangan dikenal King sebagai Robert Budi Hartono. "Aku mengangkat wajahku, menganggukkan kepalaku sambil melempar senyumku. Itulah awal mula aku bergabung dengan klub Djarum Kudus," ungkap King.

Penggalan cerita di atas merupakan awal dari perjalanan panjang King. Nama Liem Swie King harum di dunia bulu tangkis Indonesia. Prestasinya di mancanegara benar-benar fenomenal karena mengalahkan pemain-pemain kelas dunia, kala kekuatan pemain bulu tangkis dunia merata.

Pada nomor tunggal ia mencetak hat-trick juara All England. Lalu pada ganda ia tiga kali merebut Piala Dunia. Selain piawai bermain tunggal dan ganda, King punya senjata utama yang kesohor, smes! "King's Smash", julukan yang menurut King diberikan oleh wartawan. "Pukulannya bertenaga. Kalau King sudah menyerang dengan King's Smash-nya, lawan pasti sulit mengembalikan bola smesnya," puji legenda bulu tangkis nasional, Tan Joe Hok.

Namun, di balik prestasi besarnya, kata Tan Joe Hok, King adalah sosok yang halus dan santun tapi introvert atau tertutup. "Dia orang baik. Dan yang pasti, King juara besar yang bisa menjadi teladan bagi pebulu tangkis muda Indonesia," tambahnya.

Ucapan Tan Joe Hok dalam buku terbitan tahun 2009 tersebut, tecermin pada tanggapan King, ketika banyak orang menanyakan apakah ia pernah menghadapi persoalan dalam urusan kewarganegaraan atau tiga nama yang dimilikinya. "Memang tak ada masalah soal nama. Toh, yang paling penting, hatiku tetap Merah Putih dan selalu membela nama Indonesia," kata King.

Hari ini, sang raja smes Indonesia yang punya tiga nama ini merayakan hari jadinya yang ke-66. Selamat ulang tahun, King!