Pelatnas PBSI Jalani Tes Fisik

Pebulutangkis tunggal putri Indonesia, Ruselli Hartawan saat menjalani tes fisik di Pelatnas PBSI. (Foto: PP PBSI)
Pebulutangkis tunggal putri Indonesia, Ruselli Hartawan saat menjalani tes fisik di Pelatnas PBSI. (Foto: PP PBSI)
Nasional ‐ Created by Bimo Tegar

Jakarta | Para penghuni Pelantas PBSI terus menjalani serangkaian tes kebugaran. Setelah melakukan tes kesehatan, Jonatan Christie cs langsung menjalani tes fisik. Pada kesempatan ini, setidaknya ada enam tes fisik yang harus dilakukan para pemain Pelatnas PBSI. Mulai dari core muscle test, vertical jump, medicine ball throw, court agility test, rast test hingga bleep test.

Tes core muscle bertujuan untuk melihat kekuatan pusat otot. Otot core berfungsi untuk menjaga keseimbangan, yang berpengaruh pada fungsi gerak. Lalu kemungkinan bisa terjadinya cedera juga bisa dilihat dari tes ini. Sementara vertical jump dan medicine  ball throw berfungsi untuk mengukur kekuatan tungkai kaki dan lengan. Kemudian court agility test itu untuk mengukur kelincahan dan ketangkasan para atlet di lapangan.

Sedangkan rast dan bleep test adalah tes yang berbasis lari.Rast test mengukur daya tahan anaerobic, maksimal fatigue index, seberapa cepat recovery para atlet. Di tes ini, atlet melakukan sprint sepanjang 35 meter lalu istirahat 10 detik, kemudian mengulanginya hingga tiga kali bolak-balik atau enam lap. Sementara bleep test untuk melihat kapasitas kardiovaskular. Fungsi paru-paru, jantung, dan peredaran darah mengangkut oksigen. Nantinya hasil akan keluar sebagai satuan Vo2max yang merupakan kondisi kebugaran aerobik.

“Tes fisik ini adalah rangkaian yang kami adakan untuk screening atlet-atlet yang kami panggil. Biasanya kami buat per sektor dengan jadwal berbeda-beda. Mulai tahun ini, kami satukan jadwalnya agar data yang didapatkan bisa serentak termasuk juga tes kesehatan dan psiko tes-nya,” kata Kepala Sub Bidang Pengembangan Sports Science PP PBSI, Iwan Hermawan dalam siaran pers yang diterima Djarumbadminton.com.

“Data yang didapat dari tes ini, bisa kami indentifikasi semua komponen dan kualitas fisik atlet-atlet kami. Lalu data ini akan kami konsultasikan ke pelatih fisik untuk menjadi sasaran-sasaran latihan. Demi meningkatkan standar seperti yang kami inginkan, terutama untuk atlet-atlet yang kondisi fisiknya masih kurang,” sambungnya menjelaskan.

Lebih lanjut Iwan juga mengatakan bahwa program yang dibuat ini harus bersifat individual, karena kebutuhan antara satu atlet dan atlet lain berbeda. “Saya juga mendorong para pelatih fisik untuk membuat program latihan yang bersifat individualis berdasarkan hasil tes fisik ini. Agar semua atlet bisa terpenuhi kebutuhannya dan akhirnya bisa sama-sama terangkat prestasinya,” pungkasnya.