Selain adaptasi, Ribka/Fadia juga diminta Eng Hian untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan mereka di lapangan. Sebab, persaingan di level atas, dengan berbagai kondisi yang ada, jelas sangat berbeda dengan situasi ketika mereka menjuarai Yuzu Indonesia Masters 2019 BWF Tour Super 100.
“Pada saat turnamen di Malang (Indonesia Masters) itu, situasi lapangan dan shuttlecock sangat mendukung dengan pola permainan mereka. Saat itu kondisi shuttlecock cukup kencang dan lapangannya juga berangin. Jadi mereka bisa bermain sesuai dengan pola mereka. Sementara pada saat di Thailand kemarin, angin di lapangan sedikit dan shuttlecocknya cukup berat. Jadi pola mereka ya tidak bisa terbentuk dengan baik. Itu yang ada di kepala mereka,” jelas Eng Hian dalam bincang-bincang virtual yang diadakan PP PBSI.
“Makanya setelah itu, saya sudah memberikan arahan kalau semuanya itu tidak bisa berjalan sesuai dengan pola mereka. Jadi kebutuhan yang harus mereka tingkatkan adalah strength dan endurance untuk bisa menghadapi turnamen-turnamen besar lainnya. Karena nanti mereka akan menghadapi kendala situasi lapangan dan shuttlecock yang berbeda-beda,” lanjutnya menambahkan.
“Jadi kalau dibilang penampilannya menurun, semestinya tidak ya. Karena kualitas latihan dan semuanya tidak menurun. Mungkin nanti bisa dilihat di turnamen selanjutnya,” tegas Eng Hian.
Eng Hian juga menuturkan bahwa wabah virus korona yang menyerang dunia sejak awal tahun kemarin membuat perkembangan Ribka/Fadia cukup terganggu dengan tidak adanya turnamen.
“Hanya, yang saya sayangkan itu adalah penilaian dari media maupun penggemar bulutangkis, karena hanya menilai dari per turnamen. Atlet itu kan butuh progres. Apalagi setahun kemarin tidak ada turnamen, jadi itu sangat-sangat berpengaruh. Dari kebanyakan pemain yang sudah berpengalaman, tentu tidak akan banyak berpengaruh. Tapi untuk pemain yang notabene baru akan meningkat, tiba-tiba di-break, tentunya pengaruhnya sangat besar,” tandasnya.