Di pertandingan yang menghabiskan waktu 62 menit ini, Jonatan sebenarnya bisa mendominasi permainan. Usai menutup kemenangan di game pertama, Jonatan sempat unggul 18-16. “Di game pertama dan paruh awal game kedua saya sudah bisa menerapkan strategi saya. Saat kedudukan 18 itu mungkin gejalanya saya seperti Anthony (Sinisuka Ginting). Finishingnya malah jadi setengah-setengah. Sempat bingung dan malah akhirnya terbawa permainan dia,” ujar Jonatan usai laga.
Jonatan pun memiliki catatan sendiri atas kegagalannya di hadapan publik Istora. “Setelah pertandingan tadi banyak yang masih harus saya perbaiki. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil untuk kedepannya. Jujur, di lapangan tadi fisik saya cukup terkuras. Saya harus memperbaiki fisik saya, fokus di poin-poin akhir,” tambahnya.
Dengan kekalahan ini, Jonatan menyamai rekornya di tahun lalu. Dimana di tahun 2015 lalu, Jonatan terhenti di delapan besar juga setelah mengakui keunggulan Jorgensen. Kala itu Jonatan dipaksa menyerah 13-21 dan 15-21.
“Dengan hasil ini saya merasa cukup puas, tetapi memang masih banyak yang harus saya perbaiki dan pelajari,” pungkasnya.
Di sisi lain, Jorgensen pun mengutarakan pujian bagi Jonatan. Ia menyadari bahwa kemenangan dirinya tentu membuat masyarakt Indonesia kecewa. “Saya meminta maaf karena mematahkan hati banyak fans bulutangkis. Tetapi kalian tidak perlu khawatir, kalian punya tiga tunggal putra yang akan memiliki masa depan cerah. Ada Jonatan, Anthony dan Ihsan (Maulana Mustofa),” tutur pria bertato itu.
Dengan hasil ini, Indonesia pun akhirnya hanya meloloskan satu wakil melalui Ihsan Maulana Mustofa untuk berlaga di babak semifinal. Tiga wakil lainnya, Tiara Rosalia Nuraidah/Rizki Amelia Pradipta, Alfian Eko Prasetya/Annisa Saufika, serta Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi Istirani harus terhenti di perempat final. (*)