Jumlah Perolehan Medali yang Sulit Bergeser

Presiden Joko Widodo Serahkan Bonus Apresiasi kepada Para Olimpian (Foto: Dok. Kementerian Sekretariat Negara)
Presiden Joko Widodo Serahkan Bonus Apresiasi kepada Para Olimpian (Foto: Dok. Kementerian Sekretariat Negara)
Internasional ‐ Created by EL

Jakarta | Euforia kejayaan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di Olimpiade Tokyo 2020 bakal hilang dalam beberapa bulan ke depan. Tanpa terasa, hanya tinggal lebih kurang 1.000 hari lagi Paris 2024 digelar. Muncul pendapat, jika Indonesia ingin keluar dari stagnasi perolehan medali yang rata-rata empat keping di Olimpiade, pemikiran dasar pembinaan olahraga di negeri ini wajib diubah drastis.

Richard Sam Bera, mantan perenang nasional yang berkiprah di Seoul 1988, Atlanta 1996, dan Sydney 2000, menyatakan, prestasi Greysia dan Apriyani merupakan catatan sejarah baru bagi dunia bulu tangkis Indonesia. Pemerintah menyambut keberhasilan medali emas ini dengan memberikan bonus uang sebesar Rp5,5 miliar kepada ganda putri peraih medali emas tersebut.

Peraih medali perak dan perunggu dari cabang olahraga angkat berat, Eko Yulianto, Windy Cantika, dan Erwin Abdullah, serta peraih perak dari cabang olahraga bulu tangkis Anthony Ginting, juga mendapatkan bonus. Masing-masing Rp 2,5 miliar bagi peraih medali perak dan Rp 1,5 miliar bagi peraih medali perunggu. Selain itu, masih ada bonus-bonus lain dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, begitu pula dari sejumlah pihak swasta.

Namun, Richard menilai raihan medali Indonesia di pesta olahraga dunia itu sudah mencapai titik stagnan. "Dari semua Olimpiade yang diikuti Indonesia sejak 1988, jumlah rata-rata perolehan medali Indonesia adalah empat medali. Sementara rata-rata medali emas yang diraih adalah satu medali per Olimpiade," Richard, menuliskan pendapatnya yang diberi judul "Mengakhiri Stagnasi Perolehan Medali Indonesia di Olimpiade" yang dimuat di Kompas, Selasa (24/8).

"Apakah Indonesia benar-benar menginginkan perolehan medali Olimpiade lebih banyak?" tanya Richard.

Richard kembali menyoroti pemikiran dasar pembinaan olahraga Indonesia perlu diubah secara ekstrem. "Bukan hanya masalah anggaran dan pola pendanaan olahraga, pola pikir dan pola kerja yang dilakukan olahraga Indonesia saat ini juga menjadi kendala dari keberlangsungan pembinaan jangka panjang olahraga Indonesia," jelas pria yang pernah menjadi presenter olahraga Metro TV dan redaktur di sejumlah majalah tersebut.

Terkait pembinaan jangka panjang olahraga di Indonesia, khususnya bulu tangkis, juga pernah dilontarkan oleh Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin di hadapan Komisi X DPR pada akhir Agustus 2020. Menurutnya, untuk melahirkan atlet-atlet kelas dunia, dibutuhkan konsistensi dan komitmen dari berbagai pihak untuk mewujudkannya.

"Saya percaya bahwa Indonesia sangat kaya dengan atlet-atlet berbakat. Tapi dalam mencetak atlet itu tidak seperti pabrik yang mencetak produk, jadi perlu proses panjang dan berliku," jelasnya kepada para wakil rakyat.

Di sisi lain, Richard mengutarakan, meraih medali di Olimpiade memerlukan dana yang tidak sedikit. "Jika Indonesia mau medali yang lebih dari 4-6 keping per Olimpiade atau mau lebih banyak medali emasnya, anggaran olahraga high performance atau atlet elite juga harus ditingkatkan," katanya.

"Anggaran besar olahraga tidak hanya untuk meningkatkan raihan medali, tetapi juga mengembangkan industri olahraga dan akhirnya prestasi olahraga. Hal ini juga sekaligus mengembangkan cabang olahraga lain yang dapat meraih medali di Olimpiade, di luar bulu tangkis dan angkat besi," demikian Richard.