Setelah Rio 2016, Okuhara dan kawan-kawan berhasil mengakhiri penantian selama 37 tahun untuk membawa Piala Uber kembali ke Jepang, setelah mengalahkan regu tuan rumah Thailand di final Piala Uber 2018 di Impact Arena, Bangkok.
Namun di balik beragam prestasi yang telah diraih, atlet berumur 26 tahu ini mengaku kerap berbenturan dengan rasa bimbang. Okuhara memberi contoh, saat Rio 2016, sekelebat dalam benaknya timbul perhitungan "50-50" beberapa saat sebelum menjejakkan kaki di lapangan.
"Pada waktu itu saya selalu berpikir pertandingan ini (yang akan dihadapi) kansnya adalah 50-50. Dan itu terjadi di setiap pertandingan," tuturnya. "Saat itu saya juga tidak yakin dapat menjadi salah satu atlet bulu tangkis terbaik dunia," Okuhara, menambahkan.
Kepada bwfbadminton.com Okuhara menyebutkan, puncak frustasi Rio 2016 berlalu dengan memfokuskan diri pada strategi memenangkan setiap pertandingan. Masa evolusi selama beberapa tahun terakhir, dirasa cukup menjadi bekal guna menghadapi Tokyo 2020. "Masa empat tahun terakhir ini bukan sekadar pemulihan cedera, tetapi saya juga memikirkan berbagai persiapan yang diperlukan untuk pertandingan selanjutnya, berdasarkan pelajaran dari Rio," jelasnya.
Kini, bagi Okuhara, Olimpiade bukan sekadar gelanggang pembuktian diri. Ajang multi-cabang empat tahunan tersebut, menurutnya, telah menjadi wadah yang menyatukan dunia melalui beragam cabang olahraga. "Dulu saya beranggapan bahwa Olimpiade selalu berujung pada hasil dan meraih banyak medali. Namun, tahun ini akan terasa sangat berbeda, terlebih digelar di tengah isu global (pandemi)," katanya.
"Saya yakin Olimpiade kali ini akan memberikan makna terhadap nilai-nilai keluhuran olahraga. Lagi, bukan sekadar hasil tapi juga proses menuju prestasi, pertandingan yang disuguhkan, serta kemenangan yang dicapai dari olahraga tersebut," demikian Okuhara.