Belum Habis Selepas Pensiun

Eng Hian & Chafidz Yusuf (Foto: Dok. Megapro Communications)
Eng Hian & Chafidz Yusuf (Foto: Dok. Megapro Communications)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | Ketika kok yang dipukul ganda putri Tiongkok jatuh di luar lapangan, rasa suka cita menghampiri Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Namun, Eng Hian, pelatih ganda putri Indonesia yang duduk di belakang lapangan, masih belum beranjak dari kursinya. Lawan mengajukan challenge. Sembari rebahan di sudut kiri lapangan, Greysia/Apriyani menanti tayangan ulang pertandingan dengan teknologi hawk-eye. Akhirnya, kok dinyatakan out alias keluar. Keping emas Olimpiade perdana di sektor ganda putri.

Greysia, Apriyani, dan Eng Hian, hanyut dalam luapan kegembiraan. Mereka menangis, tak kuat membendung rasa haru. Perasaan serupa juga menghinggapi Chafidz Yusuf, asisten pelatih ganda putri PBSI yang berada di luar lapangan. Kejayaan Greysia/Apriyani meraih medali emas Tokyo 2020, tak lepas dari kerja keras dua alumni PB Djarum tersebut. Mengingat ini juga kali pertama ganda putri Indonesia mencapai final Ollimpiade.

Dua pelatih pelatnas PBSI itu memiliki kesamaan dalam perjalanan karier bulu tangkis, baik sebagai atlet maupun pelatih. Didi --begitu Eng Hian biasa disapa-- bergabung dengan PB Djarum pada tahun 1988, sementara Chafidz mulai memperkuat klub asal Kudus, Jawa Tengah itu, sejak tahun 1979. Selepas gantung raket, keduanya kemudian memulai karier baru selaku pelatih PB Djarum, hingga memasuki gerbang Cipayung.

Eng Hian, yang kini menjabat kepala pelatih ganda putri pelatnas utama PBSI, semasa berkarier sebagai pemain di sektor ganda putra sukses meraih medali perunggu Olimpiade Athena 2004 bersama Flandy Limpele. Usai pensiun, Eng Hian kemudian memulai karier pelatihnya di PB Djarum pada tahun 2006. Sempat menjadi kepala pelatih Singapore Badminton Association pada 2007, kemudian pada 2014 Eng Hian resmi ditunjuk sebagai kepala pelatih ganda putri pelatnas utama PBSI hingga kini.

Sebelum mengawal Greysia/Apriyani ke podium tertinggi di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Eng Hian membawa Greysia/Nitya Krishinda Maheswari meraih emas Asian Games Incheon 2014. Itu menjadi emas pertama ganda putri Indonesia di Asian Games setelah Imelda Wigoena/Verawaty Fadjrin meraihnya di Asian Games Bangkok 1978. Di Asian Games Jakarta-Palembang 2018, Greysia/Apriyani, yang baru satu tahun berpasangan, meraih medali perunggu.

Sementara Chafidz, yang lahir di Solo pada 6 Desember 1963, mengisi skuat bulu tangkis pelatnas PBSI sejak tahun 1983 hinga 1988. Adik dari legenda bulu tangkis Basri Yusuf ini kemudian masuk dalam jajaran pelatih pelatnas PBSI mulai tahun 2003. Chafidz kemudian dipercaya pada tahun 2014 untuk mengisi posisi asisten pelatih ganda putri pelatnas utama PBSI, sampai sekarang.

Atas prestasi dua alumni PB Djarum ini di Tokyo 2020, Djarum Foundation memberikan apresiasi dan penghargaan khusus kepada Eng Hian dan Chafidz, atas kesuksesan mereka mengantarkan Greysia/Apriyani meraih medali emas. Total penghargaan yang diberikan kepada kedua pelatih ini mencapai sebesar Rp290 juta, dengan rincian berupa voucer Blibli senilai Rp150 juta bagi Eng Hian dan Rp100 juta untuk Chafidz. Keduanya juga menerima bonus masing-masing TV LED Polytron senilai Rp20 juta.

Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin mengatakan, kiprah PB Djarum tidak terbatas pada atlet-atletnya saja, namun juga para alumninya yang kemudian berkarier sebagai pelatih. PB Djarum, lanjut Yoppy, merasa bangga dan bersyukur dengan fakta bahwa banyak di antara mantan pemainnya yang kemudian meraih sukses dalam kariernya sebagai pelatih.

"Keberhasilan sektor ganda putri Indonesia meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 tentu tidak lepas dari peran Eng Hian dan Chafidz Yusuf sebagai pelatih. Pemberian penghargaan bagi keduanya ini adalah wujud syukur dan komitmen PB Djarum terhadap para pemain maupun alumninya yang menjadi pelatih dan mengantarkan bulutangkis Indonesia meraih kejayaan tingkat dunia," jelas Yoppy, Kamis (19/8) siang.

Sementara, Eng Hian menyatakan, meraih gelar di pesta olahraga dunia Olimpiade butuh perjuangan berat. Memoles para atlet Indonesia agar semakin gigih dan ulet, menurutnya, adalah tugas sekaligus tantangan bagi para pelatih. "Apresiasi dari Djarum Foundation ini adalah lecutan bagi kami agar semakin baik mempersiapkan bibit unggul di dunia bulutangkis," kata pria kelahiran Solo pada 17 Mei 1977 itu.

"Saya juga banyak belajar dari para pelatih semasa menjadi atlet di PB Djarum, mereka selalu menanamkan mentalitas dan daya juang yang tinggi dalam setiap penampilan," Eng Hian, menambahkan.

Kemudian bagi Chafidz, peran pelatih tak hanya meracik strategi permainan anak asuhnya. Pelatih juga perlu menjaga mental atlet saat bertanding. Mental yang kuat, menurutnya, bakal membentuk tekad yang kuat pula dalam menghadapi situasi sulit di lapangan. Chafidz meyakini, mentalitas Greysia/Apriani yang kemudian membawa mereka meraih keping emas dan mengibarkan bendera Merah Putih di Tokyo 2020.

"Tentu saja ada rasa syukur dan bangga tak terkira bahwa anak asuh saya berhasil meraih prestasi di ajang Olimpiade. Impian terbesar saya sebagai pelatih tentu adalah membantu mereka dalam meraih medali yang mampu mengharumkan nama bangsa di pentas dunia. Saya berterima kasih atas apresiasi yang diberikan PB Djarum dan merasa bersyukur masih terus menjadi bagian dari keluarga besar PB Djarum hingga kini," tuturnya.

Dari bangku pelatih, Eng Hian dan Chafidz membuktikan keberhasilan mereka dalam meneruskan tongkat estafet supremasi bulu tangkis Indonesia di gelanggang internasional. Kiprah mereka di bulu tangkis belum habis meski sudah gantung raket. Karier Eng Hian justru kian moncer setelah mengawal sejumlah atlet meraih trofi dan medali dari turnamen atau kejuaraan bergengsi. Puncaknya, keduanya sukses membawa ganda putri Indonesia melengkapi koleksi medali emas Olimpiade.