Richard ingat betul saat pertama kali menduetkan Owi, sapaan Tontowi dengan Liliyana Natsir sepuluh tahun lalu, tepatnya 27 Juli 2010. Debut mereka langsung berbuah manis dengan menjuarai Makau Open 2019. Atas bekal tersebut, akhirnya Richard Mainaky pun bulat menentukan Owi sebagai pasangan baru Liliyana Natsir setelah berpisan dengan Nova Widianto. Saat itu, umur Tontowi baru menginjak 23 tahun.
“Waktu itu Nova yang berpasangan sama Liliyana memutuskan pensiun dan saya harus cari pemain muda buat dipasangkan sama Butet (Liliyana Natsir). Pilihannya waktu itu ada Owi, Muhammad Rijal dan Devin Lahardi. Saya coba ketiganya dipasangkan dengan Butet dan memang hasilnya bagus semua. Tapi feeling saya mengatakan Owi yang paling cocok sama Butet, dan Butet sendiri juga paling sreg sama Owi. Saya bersyukur juga PBSI waktu itu percaya dengan keputusan yang saya ambil,” cerita Richard Mainaky dikutip dari Badmintonindonesia.org.
“Sempat banyak pertanyaan kenapa saya pilih Owi, karena memang saat itu dia tidak begitu meyakinkan, terutama footwork-nya yang kurang. Owi memang berkharisma, tapi lainnya masih nol waktu itu,” lanjutnya menambahkan.
Seiring berjalannya waktu, pasangan Tontowi/Liliyana semakin menjadi. Mereka bahkan sempat menjadi ganda campuran nomor satu dunia. Kesuksesan itu, dikatakan Richard tak lepas dari hasil jerih payah dan perjuangan Tontowi dalam berlatih maupun bertanding.
“Kerjasama saya dan Owi jadi lebih mudah karena Owi itu penurut, dia mau menjalankan apa yang dianjurkan pelatih. Saat tahu kekurangan di footwork, maka itu yang dilatih terus supaya menunjang bola-bola atasnya juga,” katanya.
“Kemudian Owi bisa menjadi pemain yang tekniknya di atas rata-rata, penempatan bolanya bagus. Tapi Owi memang paling bagus itu bola-bola atasnya. Beda sama Praveen Jordan yang sekali smash lawannya langsung tumbang karena power-nya, kalau Owi itu serangannya lebih tajam dan cepat. Owi juga pemain yang pintar, kalau smash itu dia bisa incar lawannya, dia smash di waktu yang tepat dan mengarah,” tambah Richard menjelaskan.
Setelah sukses meraih medali emas di Olimpiade Rio de Janerio 2016, Tontowi/Liliyana kemudian merebut titel Juara Dunia untuk kedua kalinya pada 2017 di Glasgow, Skotlandia. Pada 2018, Owi/Butet akhirnya berhasil menjejaki podium tertinggi di Istora Senayan saat menjuarai Blibli Indonesia Open 2018 BWF World Tour Super 1000. Namun pada Januari 2019, Liliyana memutuskan untuk gantung raket dan harus berpisah dengan Tontowi. Dari situlah Owi mulai memikirkan kembali masa depannya di dunia bulutangkis.
“Setelah Butet mundur pun, Owi sudah bicara juga gimana baiknya untuk dia. Waktu itu saya bilang kalau kamu masih mau, ayo kita coba sama pemain muda, lalu dicobalah sama Winny (Oktavina Kandow). Sebenarnya hasil mereka tidak jelek. Belum setahun mereka sudah masuk peringkat 16 besar dunia. Owi sudah coba. Dulu dia di latihan sudah sangat luar biasa, menurut saya komplit, dia ikuti semua program latihan yang diberikan,” tuturnya.
Awal 2020 lalu, sempat ramai dikabarkan bila Tontowi telah mengirimkan pesan singkat kepada Richard yang isinya mengacu kepada pengunduran diri dan pensiun. Menurut Richard, keputusan pensiun memang akan diambil seorang atlet, cepat atau lambat.
“Sebetulnya sudah jauh-jauh hari kami diskusi panjang lebar, saya bilang keputusan ada di tangan dia, kalau sudah bulat keputusannya, segera ajukan ke PBSI. Tadi pagi dia kirim pesan di Whatsapp dan menunjukkan surat yang sudah disampaikan ke PBSI hari ini,” ujarnya.
Keputusannya keluar dari pelatnas dan pensiun dinilai sangat wajar. Mengingat bahwa secara usia, kata Richard, Tontowi menang sudah tidak berada di level terbaiknya. “Dulu waktu masih pasangan sama Butet, dia mau latihan seberat apapun, apa yang dilatih hasilnya menunjang sekali di pertandingan. Tapi tantangannya jadi lebih banyak saat pasangan sama Winny. Motivasi sebetulnya ada, sudah dicoba dan dia mau latihan dengan durasi panjang,” katanya.
“Tapi faktor usia memang tidak bisa dipungkiri. Kedua, Owi dari atas turun ke bawah, ini jadi pergumulan buat dia dan saya rasa ini manusiawi. Nggak gampang, dari juara olimpiade, lalu harus meng-cover pemain muda, latihan mulai lagi dari nol,” beber Richard.
Meski harus ditinggalkan salah satu anak didik terbaiknya, namun Richard tetap bersyukur karena sektor ganda campuran Indonesia masih bisa bersaing di level atas dunia.
“Saya bersyukur tim ganda campuran punya feel di kejuaraan-kejuaraan itu (olimpiade, kejuaraan dunia dan All England, red). Mudah-mudahan tren di kejuaraan-kejuaraan bergengsi ini bisa dilanjutkan pemain-pemain ganda campuran lainnya. Sudah ada Praveen yang dapat dua gelar All England ketika bersama Debby Susanto dan Melati Daeva Oktavianti. Semoga ke depannya bisa dapat hasil bagus di kejuaraan dunia dan Olimpiade,” katanya.
Sebelum resmi pensiun, Tontowi sempat mencoba peluang dan berpasangan dengan Apriyani Rahayu. Turun di ajang Daihatsu Indonesia Masters 2020 BWF World Tour Super 500, Januari lalu, duet Tontowi/Apriyani harus terhenti di 16 besar setelah berangkat dari babak kualifikasi.
“Saya berharap, apapun yang dilakukan Owi setelah ini, lakukan lah seperti dia berjuang di lapangan bulutangkis, berjuang dari nol sampai jadi seseorang. Owi harus bisa tetap jaga reputasi, rendah hati dan jangan sombong. Di dunia bulutangkis, orang lihat kita ada di atas, begitu keluar dari bulutangkis, kita bukan siapa-siapa lagi, bukan bintang lagi, jadi harus pintar-pintar membawa diri dan pintar bergaul juga,” tutup Richard.
Happy Retirement Tontowi Ahmad! Terima Kasih.