Dikutip dari Laws of Badminton yang dirilis federasi bulutangkis dunia (BWF- Badminton World Federation), WJC menempati urutan teratas dalam tabel sistem rangking. Artinya, WJC menawarkan poin tertinggi diantara kejuaraan junior lainnya. Pemenang gelar WJC bahkan mendapatkan poin setara dengan peraih medali emas Youth Olympic Games, yaitu sebesar 6000 poin. Di urutan kedua ada Asia Junior Championships dengan poin juara sebesar 4600.
Maka tak heran jika semua negara berlomba-lomba untuk mengirim pebulutangkis junior mereka ke kompetisi bergengsi kelas dunia ini.
Nama-nama top seperti Chen Long (Tiongkok) dan Ratchanok Intanon (Thailand) yang kini mengukir prestasi cemerlang di kelompok usia dewasa, tercatat pernah menaklukkan ketatnya persaingan di WJC. Chen Long, peraih medali emas tunggal putra di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, merupakan juara WJC tahun 2007. Sedangkan Intanon mencetak rekor sebagai tunggal putri pertama yang menjuarai gelar WJC berturut-turut pada tahun 2009, 2010 dan 2011.
Di sektor ganda, pemain asal Korea, Lee Yong Dae yang kerap menduduki tahta peringkat satu dunia, pernah menjadi jawara di dua nomor sekaligus pada tahun 2006. Kala itu ia berpasangan dengan Cho Gun-Woo dan meraih medali emas di ganda putra. Yong Dae juga sukses merebut medali emas ganda campuran bersama Yoo Hyun-young.
Pebulutangkis muda Tiongkok yang kini namanya tengah meroket, Chen Qingchen, juga merajai singgasana WJC dengan mencatat rekor sementara sebagai peraih medali emas terbanyak. Chen telah meraih lima medali emas perorangan dalam tiga tahun. Pada tahun 2013, Chen meraih medali emas WJC pertamanya di nomor ganda campuran bersama Huang Kaixiang. Pada tahun 2014, Chen menyabet dua gelar sekaligus dari nomor ganda putri bersama Jia Yifan dan mengulang sukses bersama Huang Kaixiang di ganda campuran.
Pada tahun 2017, Chen/Jia kembali menjadi kampiun ganda putri. Berbeda pasangan di ganda campuran, Chen kembali membuktikan dirinya bisa menjadi juara, kali ini ia berpasangan dengan Zheng Siwei. Keduanya kini merupakan pasangan ganda campuran nomor satu dunia.
Sementara itu, Indonesia belum berhasil menambah koleksi gelar juara WJC dalam lima tahun belakangan. Gelar terakhir diraih tim junior Merah-Putih di tahun 2012 lewat pasangan ganda campuran Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktavianti. Pada tahun sebelumnya, nomor ganda campuran juga mempersembahkan gelar lewat pasangan Alfian Eko Prasetya/Gloria Emanuelle Widjaja.
Pada WJC 2016 yang berlangsung di Bilbao, Spanyol, skuat junior Indonesia membawa pulang dua medali dari sektor perorangan. Di nomor tunggal putra, Chico Aura Dwi Wardoyo meraih medali perak. Sedangkan pasangan ganda putri Jauza Fadhila Sugiarto/Yulfira Barkah mempersembahkan medali perunggu.
Sementara itu dari nomor beregu, Tiongkok masih sulit untuk ditaklukkan. Terhitung sejak tahun 2000, Tiongkok sudah 11 kali memenangkan Piala Suhandinata, termasuk tiga kemenangan berturut-turut dalam tiga tahun terakhir. Baru ada tiga negara yang tercatat pernah memboyong piala ini, selain Tiongkok, juga ada tim Korea dan Malaysia. Korea memenangkan Piala Suhandinata pada tahun 2006 dan 2013. Sedangkan Malaysia sementara tercatat meraih kemenangan pada tahun 2011. Tim Indonesia pernah tiga kali meraih medali perak pada tahun 2013, 2014 dan 2015, serta medali perunggu pada tahun 2000, 2002 dan 2004.
Dalam gelaran WJC tahun ini, tim Indonesia berpeluang untuk mencetak gelar baik di nomor beregu maupun perorangan. Apalagi jika melihat hasil Asia Junior Championships 2017 lalu, dimana Indonesia berhasil meraih medali perak di beregu serta satu medali emas di perorangan lewat pasangan ganda campuran Rehan Naufal Kusharjanto/Siti Fadia Silva Ramadhanti.
Kota Pahlawan, Yogyakarta, akan menjadi saksi perhelatan WJC 2017. Kejuaraan ini rencananya bakal digelar di GOR Amongrogo pada 9-22 Oktober 2017. Kejuaraan beregu akan dimainkan pada 9-14 Oktober, dilanjutkan dengan kejuaraan perorangan pada 16-22 Oktober 2017. Pada tanggal 15 Oktober 2017 akan diadakan satu sesi kegiatan kebudayaan.